Pasar di Kalipuro masih bersifat pasar mingguan. Kalau di Kelurahan Kalipuro setiap Rabu. Kalau di Desa Pesucen setiap Selasa. Kalau di kelurahan/desa lain aku gak tahu . Secara, posko kami di Kelurahan Kalipuro, gak jauh dari pasar. Daerah pendataanku Desa Pesucen, gak jauh juga dari rumah induk semangku (istilah kami untuk keluarga tepat kami nginap selama kami pendataan di kelurahan/desa), selalu kulewati juga tempatnya, makanya tahu. Dan yang akan kuceritain ini juga sebatas yang aku tahu. Kalau ternyata ada yang kurang, terlalu berlebih, atau salah khilaf mohon maaf ^.^v.
Kami semua rada shock juga karena ternyata pasar di dekat posko kami itu berupa pasar kebutuhan sandang! Secara, yang familiar kan yang namanya pasar tradisional (mingguan ataupun harian) pasti banyak yang jualan kebutuhan pangan. Kebutuhan untuk perut itu kan yang utama. Mau yang dijual itu masakan jadi ataupun bahan mentahnya. Tapi ternyata sama seperti sehari-harinya. Hari pasar ataupun gak yang jual bahan pangan hanya dua ‘kios’. Itupun bisa dibilang minimalis bahan-bahan yang disediakannya. Kalau mau belanja besar ya ke pasar di kota. Waktu aku lewat di pasar Pesucen pun ternyata +- juga. Mamaku aja sempat shock waktu kuceritain. Heran, takjub, plus khawatir akan nasib perut anaknya dan anak-anak orang yang senasib seperjuangan denganku. Di sini banyak-banyak shock terapi deh!
Tapi yang benar-benar ulahku shock, takjub, entah apalah istilah tepatnya, waktu aku perawatan gigi. Secara gitu, gigiku ini kan mang bandel abis (coba deh baca blogku yang di frenster). Waktu aku di Kuta tiba-tiba aja aku merasa ada bagian yang pecah dari gigiku (lupa yang mana. Kalau gak salah geraham bawah). Akhirnya aku ke puskesmas yang berada di sampingnya pasar, depannya posko kami. Penasaran juga sih sama prasarana kesehatan (terutama gigi) yang ada di sana. Apa lebih baik dari yang dimiliki poliklinik kampusku atau sebaliknya (well, terbiasa dengan peralatan dokter gigiku yang bagus, mahal, canggih, walau kadang ulah simpanan duit mamaku menipis :"( kadang-kadang aku juga dikasih perawatan gratis. Secara, 13 tahun sudah aku jadi pasien beliau). Ternyata, MG! Lebih parah dari yang aku bayangkan. Tempat ‘operasi’nya hanya berupa kursi kayu yang sandarannya di tambah sandaran busa untuk penyangga kepala (kayak sandarannya kursi creambath di salon gitu). Gak ada bor dengan matanya yang berbagai ukuran, besar-kecil, halus-kasar, apalagi alat yang bisa keluarin sinar berwarna biru (kalau gak ungu coz ku sering susah melihatnya karena aku sedang dalam ‘operasi’) yang sering kubilang ‘sinar X’. Biasanya digunain setelah penambalan gigi itu nah, gak tau aku apa namanya. Jadi penambalan gigiku dilakukan secara manual dan minimalis. Jadinya cukup lama nunggu untuk keringin tambalannya. Ternyata sampai detik aku nulis ini tambalannya masih utuh. Keren! Kata dokternya, kalau gigiku ternyata masih bermasalah aku dirujuk ke poliklinik yang ada di Klatak coz di sana lebih lengkap alatnya (well, ternyata puskesmas yang lebih besar ada di kelurahan lain. Oich, Kelurahan Klatak juga lebih ramai daripada Kelurahan Kalipuro. Salah satu faktor kenapa Kelurahan Klatak, Kelurahan Bulusan, dan Desa Ketapang adalah mereka dilalui lalu lintas antar propinsi. Di Ketapang terdapat pelabuhan penyeberangan antar pulau (Jawa-Bali) dan propinsi pula (Jawa Timur-Bali).
Tapi endingnya cukup berkesan. Aku kan gak pernah berobat di puskesmas. Well, rumah sakit juga, kecuali waktu aku harus rontgen gigi (lagi-lagi gigi) di RS Suaka Insan. Jadi gak ngerti soal kayapa mekanismenya, termasuk biaya rawat dan berobatnya (aku punya askes tapi gak pernah terpakai. Fotonya aja masih foto zaman TK :p Setelah selesai perawatan aku ke tempat yang urusin pendaftaran dan bayarannya. Trus aku ditanya disuruh nebus obat gak? Ku jawab obat tuk nambal gigi aja. Ku tungguin bapaknya nulis kuitansi pembayaran perawatan tapi kenapa beliau kerjain yang lain ya, pikirku. Kutanyain lagi. “Habis ini ngapain lagi, Pak?” kayak orang koplo deh (well, di KKN aku dapat tambahan perbendaharaan Bahasa Jawa yang menarik. Koplo Di telingaku terdengar lucu dan aneh. Awalnya aku bingung apa maksudnya. Ternyata +- dengan dongok alias bodoh. MG!). Kalau gak perawatan lagi berarti sudah. Dengan polosnya aku keluar dari puskesmas. Saat itu aku ditemani Nene. “Ne, aku tadi gak bayar loh. Kalian waktu medical check up, bayar gak?”. Nene jawab “Gak”. Ya gak untuk periksanya, juga untuk obatnya. Ternyata gratis! Tau deh, apa karena kami KKN bin pengabdian di sana atau karena memang gratis?! Ada kan subsidi untuk kesehatan, terutama untuk kaum miskin? Aku lupa cari tau dan tanya mekanisme hal seperti ini sama sahabatku yang anak STIKES :”(
Senin, 10 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar